Siang itu, terasa hambar bagi Reana. Acara masak-memasak dengan Mama, Angga, dan Elis, rasanya berlalu begitu saja, Tidak ada yang bisa ia nikmati.
"Re, Rere, kok kamu ngomongnya irit, nak?" tanya Tante Erri, Mamanya Reana. Elis dan Angga pun bertatapan. Mereka berdua bingung kenapa Reana lebih banyak diamnya, semenjak tadi pulang sekolah.
"Re, lo ada masalah?" tanya Angga. Reana pun perlahan tersadar dari lamunannya. "Ehm, eh..gue...gue nggak apa-apa kok. Emang tadi gue, gue cuma ngelamun aja, hehe" ujarnya cengengesan. Ketika kesadarannya kembali normal, ia pun melahap nasi beserta tumis sayur dan ikan di hadapannya. Mereka semua pun tertawa. Reana juga tertawa, tapi, hanya tawa sekilas, yang ia sendiri bahkan tak mengerti.
"Re, lo kenapa sih tadi? Pas makan siang," selidik Elis ketika mereka tengah bersantai di kamar Reana. Reana hanya terdiam. Matanya terpaku pada wajah Angga. Tepatnya lukisan wajah Angga. Saat ini gambar itu telah dipigura, dan ia letakkan di samping tempat tidurnya.
Sadar bahwa Reana sedang memikirkan Angga, ia pun langsung to the point. "Dasar lo! Haha. Angga doang yang dipikirin. See? Lo beneran suka sama dia," ujar Elis menegaskan. Reana menarik napas.
"Gue nggak bisa, Lis. Gue..gue merasa, dia nggak buat gue. Nggak tau kenapa gue ngerasa kayak gini," ujar Reana pasrah. Dahi Elis berkerut. Ia sama sekali tidak mengerti maksud Reana. "Lis, okay, gue ngaku, gue sayang sama Angga. More than just a friend, more then bestfriend. Tapi ada orang lain, punya rasa sayang yang sama ke Angga. But she doesn't have any chance, buat deket sama Angga. Gue nggak mau memonopoli Angga. Gue pengen Angga bisa liat cewek lain, selain gue," jelas Reana panjang lebar. Raut wajah Reana sedih banget. Perlahan, terdengar suara sesenggukan darinya.
"Re, permintaan lo aneh tau nggak! Lo mau, Angga milih orang lain. Bukan milih lo? Why???" tanya Elis. Reana akhirnya menangis. "Gue nggak tau, Lis. Gue merasa, gue nggak bisa miliki dia, gue merasa, gue BUKAN buat dia. Gue sayang, tapi nggak tau. Ada feeling yang kuat. Gue takut, gue sedih, gue nggak mau kehilangan dia, Elis. All the memories that we had, Elis.." suara Reana merintih. Elis pun memeluk Reana. Ia menenangkan sobatnya itu. Ia tahu, Reana sosok yang rapuh, tapi sok kuat. Akhirnya, Elis selalu siaga, untuk jadi tempat "nangis" Reana.
"Re, lo nggak bakal kemana-mana. Angga juga masih disini. Kalo lo tulus, dan lo jodoh, toh lo berdua akan bersatu. Lagian, apa sih yang lo takutin? Cewek yang suka juga sama Angga? Lo diteken sama dia? Atau apa Re?" tanya Elis.
"Nggak tahu, gue nggak tahu, Lis. Gue beneran takut, Elis. Eliiis," tangis Reana makin menjadi-jadi.
Sore itu, cukup kelabu. Kelabu bagi hati Reana. Apakah ia harus bertahan? Atau menyerah pada nasib?
--
Dear Diary,
Kebongkar udah semua rahasia aku. Aku habis. Aku takut. Takut Reana berpikir kalau aku, aku akan berusaha meminta perhatian lebih dari Angga. Padahal nggak, nggak sama sekali. I told ya, aku cuma pengen liat Angga bahagia. Dan itu, terwujud. Kalau bersama Reana..
I can see, how happy he is. Kalau udah main sama Reana, anter-jemput Reana. Semuanya.
Rasanya nyakitin, emang. Tapi aku bukan siapa-siapa. Aku sadar posisiku. Aku nggak akan mau ngerusak hubungan mereka.
Tapi diary, tadi sore aku sempet ketiduran. Dan aku mimpi. Mimpi yang beneran, aneh. Aku ada di suatu tempat, warnanya putih semua. Disitu ada tiga kursi. Dan aku duduk di kursi tengah. Tiba-tiba ada Reana dan Angga di sisi kanan dan kiri aku. Angga tersenyum, dan megang tangan aku. Sedangkan Reana...tersenyum. Kedua orang itu seperti malaikat. Senyum Reana tulus banget. Terus, aku denger, Reana bilang gini, "Ran, titip Angga, ya. Cuma lo yang gue percaya. Cuma lo, yang gue yakin, sebagai jodoh Angga. Bahagiain dia, Ran. Gue tahu lo bisa," ujar Reana lembut. Dan aku, cuma bisa nangis, diary.
Terus aku kebangun, dan semuanya kembali normal. Tapi, perasaan aneh itu masih ada. Dan rasanya, mengganjal banget. Aku nggak ngerti sama semua ini.
Udahan ya Diary,
I'm thinking about my life now...
Night, love
K.
"Re, Rere, kok kamu ngomongnya irit, nak?" tanya Tante Erri, Mamanya Reana. Elis dan Angga pun bertatapan. Mereka berdua bingung kenapa Reana lebih banyak diamnya, semenjak tadi pulang sekolah.
"Re, lo ada masalah?" tanya Angga. Reana pun perlahan tersadar dari lamunannya. "Ehm, eh..gue...gue nggak apa-apa kok. Emang tadi gue, gue cuma ngelamun aja, hehe" ujarnya cengengesan. Ketika kesadarannya kembali normal, ia pun melahap nasi beserta tumis sayur dan ikan di hadapannya. Mereka semua pun tertawa. Reana juga tertawa, tapi, hanya tawa sekilas, yang ia sendiri bahkan tak mengerti.
"Re, lo kenapa sih tadi? Pas makan siang," selidik Elis ketika mereka tengah bersantai di kamar Reana. Reana hanya terdiam. Matanya terpaku pada wajah Angga. Tepatnya lukisan wajah Angga. Saat ini gambar itu telah dipigura, dan ia letakkan di samping tempat tidurnya.
Sadar bahwa Reana sedang memikirkan Angga, ia pun langsung to the point. "Dasar lo! Haha. Angga doang yang dipikirin. See? Lo beneran suka sama dia," ujar Elis menegaskan. Reana menarik napas.
"Gue nggak bisa, Lis. Gue..gue merasa, dia nggak buat gue. Nggak tau kenapa gue ngerasa kayak gini," ujar Reana pasrah. Dahi Elis berkerut. Ia sama sekali tidak mengerti maksud Reana. "Lis, okay, gue ngaku, gue sayang sama Angga. More than just a friend, more then bestfriend. Tapi ada orang lain, punya rasa sayang yang sama ke Angga. But she doesn't have any chance, buat deket sama Angga. Gue nggak mau memonopoli Angga. Gue pengen Angga bisa liat cewek lain, selain gue," jelas Reana panjang lebar. Raut wajah Reana sedih banget. Perlahan, terdengar suara sesenggukan darinya.
"Re, permintaan lo aneh tau nggak! Lo mau, Angga milih orang lain. Bukan milih lo? Why???" tanya Elis. Reana akhirnya menangis. "Gue nggak tau, Lis. Gue merasa, gue nggak bisa miliki dia, gue merasa, gue BUKAN buat dia. Gue sayang, tapi nggak tau. Ada feeling yang kuat. Gue takut, gue sedih, gue nggak mau kehilangan dia, Elis. All the memories that we had, Elis.." suara Reana merintih. Elis pun memeluk Reana. Ia menenangkan sobatnya itu. Ia tahu, Reana sosok yang rapuh, tapi sok kuat. Akhirnya, Elis selalu siaga, untuk jadi tempat "nangis" Reana.
"Re, lo nggak bakal kemana-mana. Angga juga masih disini. Kalo lo tulus, dan lo jodoh, toh lo berdua akan bersatu. Lagian, apa sih yang lo takutin? Cewek yang suka juga sama Angga? Lo diteken sama dia? Atau apa Re?" tanya Elis.
"Nggak tahu, gue nggak tahu, Lis. Gue beneran takut, Elis. Eliiis," tangis Reana makin menjadi-jadi.
Sore itu, cukup kelabu. Kelabu bagi hati Reana. Apakah ia harus bertahan? Atau menyerah pada nasib?
--
Dear Diary,
Kebongkar udah semua rahasia aku. Aku habis. Aku takut. Takut Reana berpikir kalau aku, aku akan berusaha meminta perhatian lebih dari Angga. Padahal nggak, nggak sama sekali. I told ya, aku cuma pengen liat Angga bahagia. Dan itu, terwujud. Kalau bersama Reana..
I can see, how happy he is. Kalau udah main sama Reana, anter-jemput Reana. Semuanya.
Rasanya nyakitin, emang. Tapi aku bukan siapa-siapa. Aku sadar posisiku. Aku nggak akan mau ngerusak hubungan mereka.
Tapi diary, tadi sore aku sempet ketiduran. Dan aku mimpi. Mimpi yang beneran, aneh. Aku ada di suatu tempat, warnanya putih semua. Disitu ada tiga kursi. Dan aku duduk di kursi tengah. Tiba-tiba ada Reana dan Angga di sisi kanan dan kiri aku. Angga tersenyum, dan megang tangan aku. Sedangkan Reana...tersenyum. Kedua orang itu seperti malaikat. Senyum Reana tulus banget. Terus, aku denger, Reana bilang gini, "Ran, titip Angga, ya. Cuma lo yang gue percaya. Cuma lo, yang gue yakin, sebagai jodoh Angga. Bahagiain dia, Ran. Gue tahu lo bisa," ujar Reana lembut. Dan aku, cuma bisa nangis, diary.
Terus aku kebangun, dan semuanya kembali normal. Tapi, perasaan aneh itu masih ada. Dan rasanya, mengganjal banget. Aku nggak ngerti sama semua ini.
Udahan ya Diary,
I'm thinking about my life now...
Night, love
K.
Kak Stella, Angga jdi sma siapa, sh? Bikin pnasaran aja sih, hehe. Lanjutin yg cpet, ya, Kak, hehe (nyuruh2, maap)
ReplyDelete