Seiring berjalannya waktu, semakin hari Kiran diliputi rasa bingung, sedih, dan lainnya. Setiap hari di benaknya selalu terdengar suara "Kiran, please tolongin gue. Gue nggak punya apa-apa lagi,".
Suara Reana. Yang ia dengar tiap hari, setiap ia melamun, setiap ia diam, setiap ia tidur.
Suatu pagi,
"Ma, kita sarapan apa?" tanya Kiran. Tante Alka diam. Ia lalu duduk di hadapan Kiran.
"Kiran, mama pengen tanya sama kamu. Kamu itu kenapa, nak? Kadang kamu temperamen, kadang kamu jadi Kiran seperti yang mama kenal. Tapi kadang, kamu di antara keduanya. Kamu mau cerita sama mama?" tanyanya, sambil meraih tangan Kiran.
Kiran agak terkejut. Ia baru menyadari kalau jiwanya belum seratus persen miliknya sendiri.
Kiran menggeleng pelan, "Enggak ma. Ma, Kiran berangkat ya, Kiran nanti telat," ujar Kiran pelan. Tante Alka menahannya. "Enggak papa, mama udah telpon sekolah, telp Angga juga, kalau kamu hari ini nggak masuk," Tante Alka menjelaskan. Kiran merasa ada sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang merasuk ke jiwanya, tiba-tiba yang dia mau hanya marah.
"Mama apa-apaan sih, ma! Aku sehat, aku bisa ke sekolah. Ketemu temen-temen, ketemu semuanya. Mama egois!" ujar Kiran, setengah teriak.
Tante Alka agak terhenyak. Emosi putri angkatnya yang sama sekali tidak bisa ditebak. "Kiran, mama cuma mau kamu istirahat. Kamu tambah kurus, kamu sering melamun. Tiap malam, mama selalu denger ada suara tangisan. Kamu kenapa nak, kenapa?" tanyanya panik.
Kiran berdiri, tatapannya kosong. Tante Alka langsung membopomhnya ke sofa di ruang tamu.
"Kiran, cerita sekarang" ujar Tante Alka. Kiran menggeleng.
"Kamu mau makan, atau kamu mau mama panggil Elsa?" tanya Tante Alka.
"Aku ke kamar aja, tidur." ujar Kiran
.
Dengan lemah, Kiran pun berjalan lemah ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia pun merebahkan dirinya di atas kasur. Dan ia lihat Reana berdiri di ujung kamarnya.http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3201265892982436501#editor/target=post;postID=2718119953253139153
"Kiran, lo bakal hancur kalo lo kayak gini terus. Terima gue plis, gue di badan lo. Nggak buat selamanya, cuma sekedar ngasih farewell ke orang-orang yang gue sayang," ujar Reana lembut.
Kiran menatap langit-langit,
"Gimana kalau lo nggak mau pergi? Gimana kalau gue selamanya hidup dengan setengah jiwa?"
Semua terdiam, Kiran pun berbicara lagi. "Re, berada di antara orang-orang yang kita sayangi, bisa main, jalan, apapun, semuanya itu berharga. Nggak ada yang bisa ngebayar semua kebersamaan itu. Ketika uang dan semua harta sudah gak ada nilainya, tinggal cinta yang hidup. Karena cinta itu, lo rela melakukan apapun. Mungkin kalau gue jadi lo, gue akan lakukan apapun, bagaimanapun, biar gue hidup, paling enggak, dianggap hidup sama mereka."
"Lo akan selalu hidup, Re. Percaya sama gue. Lo akan selalu bisa di antara mereka. Karena lo sayang mereka, mereka sayang lo, mereka juga pasti bisa ngerasain kehadiran lo. Love can't see, but we can feel it. Meskipun akan beda, tapi lo hidup di mata nyokap lo, di mata Elis, di mata....Angga," ujarnya.
Raut wajah Reana langsung sedih.
"Angga. Hmm, Angga," gumam Reana. Ia langsung berpindah duduk di samping Kiran.
Kiran menyadari, alasan kuat Reana ialah, agar bisa hidup bersama-sama Angga.
"Re, gue ga akan ngerebut Angga. Gue akan move on sama hidup gue. Sebagaimana juga sama lo. Banyak mimpi yang mau gue raih, Re. Dan Angga, biar dia dapet cewek lain, yang mungkin jodohnya. Dan lo, meskipun lo dalam wujud sekarang, roh lo akan hidup, akan move on. Lo bisa memperhatikan kita semua dari surga. Lo akan tenang di sana. Inget Re, your love makes you alive," ujar Kiran.
Reana terkejut dengan pernyataan Kiran. "Tapi lo suka sama Angga, lo sayang sama dia, sama kayak gue sayang sama Angga. Lebih dari sahabat kecil. Lo rela ngelepas dia begitu aja?" tanyanya.
Kiran menunduk. Sebutir air mata bergetar di ujung matanya. Ia menarik napas, lalu menghelanya kembali, menjaga agar suaranya tidak bergetar.
"Gue rela, Re. Lo temen baik gue juga. Gue nggak mau sahabat gue sedih. Gue nggak papa, Re. Tapi gue minta maaf, kalau gue nggak bisa biarin lo hidup dalam gue. Biar kita punya jalan masing-masing, agree?" tanya Kiran.
Reana mengangguk. "Thanks Kiran, lo udah ngejaga semuanya buat gue. I wish the best for you. Sampai ketemu lagi, ya," Reana tersenyum, meskipun nada perpisahannya terdengar jelas.
Kiran pun mengangguk juga. "Thanks Re, lo udah ngajarin gue tentang arti hidup sebenarnya,"
"Jagain Elis, Mama gue, dan Angga ya. Sorry, gue udah bikin Tante Alka sedih,"
"Mama gue pasti ngerti kok."
Sesaat sebelum bayangan itu menghilang, Reana berujar.
"Kiran, mama lo titip salam, katanya selamanya dia sayang sama lo, putri kesayangannya," lalu suara itu pun menghilang, bersamaan bayangan.
Kiran terkejut, dan dadanya sesak untuk sesaat, Tapi ia lega. Setidaknya ia tahu, mamanya selalu menjaga dia buat selamanya.
Ia pun langsung meraih handphonenya.
"Angga, thanks udah sering nemenin gue. Tapi, mulai besok, lo nggak usah antar jemput gue lagi. Gue bisa sendiri kok.
A lot of thanks, Angga"
SEND
--
10 tahun kemudian
Tante Alka membuka pintu galeri. Suasana Yogyakarta yang cukup ramai di pagi hari membuatnya bersemangat. Hari ini juga menyenangkan, karena hari ini adalah hari ulang tahun ke-27 bagi putrinya.
"Hei tukang coretan, bangun, ayo bangun. Sudah jam 7, katanya hari ini mau adain les lukis gratis," ujar Tante Alka. Kiran membuka matanya, hanya sedikit, lalu menutupnya lagi.
Tante Alka mengacak-acak rambutnya. "Aduuuuh, sudah mau kepala tiga, masa bangun harus dibangunin seperti anak TK?" Tante Alka tertawa. Kiran tersenyum lebar.
"Ma, aku sarapan apa hari ini?" tanyanya setengah sadar.
"Hmm, mama sudah pesenin Gudeg Mberek sama Mbakyu, nanti kamu makan ya. Kita mulai jam 10 kan? Kemarin peminatnya banyak, lho." ujar Tante Alka.
Kiran mengacungkan jempolnya. Dengan gesit ia langsung mandi, sarapan, dan menyiapkan acara open house galeri dan les lukis gratis bagi anak-anak. Ini adalah perayaan ulang tahunnya. Tidak jauh dari seni.
Pukul 9, dan banyak orang mulai berdatangan. Nama Kiran memang terkenal, sebagai pelukis muda berbakat. Dan beruntunglah bagi kolektor seni di Yogyakarta, karena lebih mudah untuk menikmati dan membeli lukisannya.
"Ayo, bocah ayu dan ganteng, sini duduk di pendopo. Nanti Mbak Kiran tak panggil dulu, njih" ujar Mbakyu memberi arahan pada anak-anak.
Kiran yang melihat dari kejauhan pun langsung menuju pendopo. Dan dimulailah ajang lukis-melukis. Kiran girang, sama seperti anak-anak itu.
Tiba-tiba, Tante Alka memanggilnya.
" Kiran, ada yang nyariin kamu," ujarnya dari jendela rumah.
"Sebentar ya adik-adik, kakak mau ke depan. Tunggu ya," ujar Kiran. Kiran berlari kecil menuju teras rumahnya.
Sesampainya ia di sana, ia melihat sosok pemuda, yang tidak asing bagi Kiran.
ANGGA...
Jantung Kiran berdegup kencang. Ia pun memberanikan untuk melangkah ke arah Angga.
"Hei Kiran, apa kabar?" ujar Angga.
"Eh baik kok, lo apa kabar? Kok keren sekarang bajunya rapih," pipi Kiran bersemu merah.
"Haha, gue baik. Iya dong, gue sekarang jadi pemegang cabang Galleria di Kemang" ujar Angga, sok membusungkan dadanya seperti anak SD.
"Terus, lo tau darimana gue punya galeri disini?"
"Hmm, temen gue yang ngasih tau. Kebetulan Galleria pengen buka area ethnic gitu. Nah, gue pengen survei, liat lukisan buatan lo, orang Indonesia asli. Nah, gue pengen tau lo setuju apa enggak," ujar Angga panjang lebar.
Kiran tertawa dan langsung mempersilahkan Angga masuk ke dalam ruang tamu.
"Galeri lo keren, kenapa lo nggak ke Bali?" tanya Angga.
"Ubud ya? Iya sih, gue juga pengen ke sana. Tapi gue kan nggak ada kerabat di Bali. Kebetulan Bude gue masih ada di sini. Jadi ya, sambil gue belajar, seenggaknya nyokap gue nggak sendirian, Ngga," ujarnya.
Suasana tiba-tiba hening.
"Kok lo pindah sih?"
"Ya, gue kan mau kuliah di Institut Seni, dan gue pengen suasana yang beda,"
Angga tiba-tiba menginterogasi Kiran.
"Tapi kenapa lo ngilang? Lo pergi gitu aja. Kita nggak pernah ngobrol lagi, semenjak sms yang lo kirim ke gue"
Kiran diam.
"Emang gue salah apa sama lo? Kita nggak pernah ngobrol, nggak pernah ngomong lagi. Terus, pas kelulusan, lo cuma ngasih selamat. Besoknya, lo ngilang. Untung lo buka galeri, dan tenar di sini. Gue udah hopeless nyari lo kemana-mana," ujar Angga.
"Lo, nyari gue?" tanya Kiran, menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Gue nyari lo. Gue sampai takut lo ngilang, kenapa-napa," ujar Angga.
Kiran menghela napas.
"Oke, gue jelasin semua. Gue mungkin orang terbodoh sedunia. Karena gue nggak pernah optimis sama perasaan gue sendiri. Gue kadang lebih milih untuk lari. Kayak 10 tahun lalu. Gue ngerasa, mungkin lo bisa move on sama cewek lain, yang lebih baik dari gue. Yang mirip Reana. Gue ngerasa gak sepadan sama dia. Dan gue tahu, kalau dia sayang banget sama lo, lebih dari sahabat," ujar Kiran panjang lebar.
Wajah Angga penuh tanda tanya.
"Lo tau darimana Rere sayang sama gue?" tanya Angga.
"Ceritanya panjang, Ngga. Lo nggak bakal ngerti," ujar Kiran.
Angga kembali tenang. "Lo salah besar, Ran. Lo tau apa yang gue sesalin sampai sekarang? Karena gue nggak pernah sempat ngaku ke Rere, kalau gue sayang sama dia. Sampai akhirnya dia pergi. Tapi ada lo. Lo bikin gue semangat lagi, bikin gue ketawa lagi. Pas lo ngilang, gue takut gue bakal kehilangan kesempatan itu lagi. Dan lo tau, betapa leganya gue begitu tahu, kalau lo ada di sini. Masih hidup, nggak kurang satu apapun," Angga sampai menarik napas, habis berbicara panjang lebar.
Kiran hanya bisa diam. Dia pun kembali bertanya.
"Jadi selama ini, lo belum ngelupain gue?" tanyanya.
Angga meraih tangan Kiran.
"Kiran, lo mau nggak jadi pacar gue. Yah untuk sementara ini pacar dulu lah, hehe. Usia kita kan udah mau kepala tiga, siapa tahu, lo bisa jadi, istri gue, hahaha," Angga tertawa.
Kiran pun menjewer Angga. "Gila kali lo, hahaha. Bercanda aja," ujar Kiran.
Angga berhenti tertawa, lalu tersenyum tulus. "Kiran, lo mau nggak jadi pacar gue? Gue tahu ini nembak ala SMA. Tapi jawab aja, biar gue juga ngerasain rasanya diterima cewek," Angga bicara, jenaka, tapi malu-malu.
Tanpa ragu, Kiran pun mengangguk. Angga langsung memeluknya. Tante Alka yang mengintip di balik jendela pun ikut tersenyum. Hari itu, menjadi hari yang selamanya, akan jadi hari yang paling indah, buat Angga dan Kiran.
"Re, lo benar. Angga memang dapet cewek yang tepat, yaitu lo. Gue akan menjaga kalian dari sini. Gue harap lo berdua hidup bahagia selamanya."
 
Suara Reana. Yang ia dengar tiap hari, setiap ia melamun, setiap ia diam, setiap ia tidur.
Suatu pagi,
"Ma, kita sarapan apa?" tanya Kiran. Tante Alka diam. Ia lalu duduk di hadapan Kiran.
"Kiran, mama pengen tanya sama kamu. Kamu itu kenapa, nak? Kadang kamu temperamen, kadang kamu jadi Kiran seperti yang mama kenal. Tapi kadang, kamu di antara keduanya. Kamu mau cerita sama mama?" tanyanya, sambil meraih tangan Kiran.
Kiran agak terkejut. Ia baru menyadari kalau jiwanya belum seratus persen miliknya sendiri.
Kiran menggeleng pelan, "Enggak ma. Ma, Kiran berangkat ya, Kiran nanti telat," ujar Kiran pelan. Tante Alka menahannya. "Enggak papa, mama udah telpon sekolah, telp Angga juga, kalau kamu hari ini nggak masuk," Tante Alka menjelaskan. Kiran merasa ada sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang merasuk ke jiwanya, tiba-tiba yang dia mau hanya marah.
"Mama apa-apaan sih, ma! Aku sehat, aku bisa ke sekolah. Ketemu temen-temen, ketemu semuanya. Mama egois!" ujar Kiran, setengah teriak.
Tante Alka agak terhenyak. Emosi putri angkatnya yang sama sekali tidak bisa ditebak. "Kiran, mama cuma mau kamu istirahat. Kamu tambah kurus, kamu sering melamun. Tiap malam, mama selalu denger ada suara tangisan. Kamu kenapa nak, kenapa?" tanyanya panik.
Kiran berdiri, tatapannya kosong. Tante Alka langsung membopomhnya ke sofa di ruang tamu.
"Kiran, cerita sekarang" ujar Tante Alka. Kiran menggeleng.
"Kamu mau makan, atau kamu mau mama panggil Elsa?" tanya Tante Alka.
"Aku ke kamar aja, tidur." ujar Kiran
.
Dengan lemah, Kiran pun berjalan lemah ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia pun merebahkan dirinya di atas kasur. Dan ia lihat Reana berdiri di ujung kamarnya.http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3201265892982436501#editor/target=post;postID=2718119953253139153
"Kiran, lo bakal hancur kalo lo kayak gini terus. Terima gue plis, gue di badan lo. Nggak buat selamanya, cuma sekedar ngasih farewell ke orang-orang yang gue sayang," ujar Reana lembut.
Kiran menatap langit-langit,
"Gimana kalau lo nggak mau pergi? Gimana kalau gue selamanya hidup dengan setengah jiwa?"
Semua terdiam, Kiran pun berbicara lagi. "Re, berada di antara orang-orang yang kita sayangi, bisa main, jalan, apapun, semuanya itu berharga. Nggak ada yang bisa ngebayar semua kebersamaan itu. Ketika uang dan semua harta sudah gak ada nilainya, tinggal cinta yang hidup. Karena cinta itu, lo rela melakukan apapun. Mungkin kalau gue jadi lo, gue akan lakukan apapun, bagaimanapun, biar gue hidup, paling enggak, dianggap hidup sama mereka."
"Lo akan selalu hidup, Re. Percaya sama gue. Lo akan selalu bisa di antara mereka. Karena lo sayang mereka, mereka sayang lo, mereka juga pasti bisa ngerasain kehadiran lo. Love can't see, but we can feel it. Meskipun akan beda, tapi lo hidup di mata nyokap lo, di mata Elis, di mata....Angga," ujarnya.
Raut wajah Reana langsung sedih.
"Angga. Hmm, Angga," gumam Reana. Ia langsung berpindah duduk di samping Kiran.
Kiran menyadari, alasan kuat Reana ialah, agar bisa hidup bersama-sama Angga.
"Re, gue ga akan ngerebut Angga. Gue akan move on sama hidup gue. Sebagaimana juga sama lo. Banyak mimpi yang mau gue raih, Re. Dan Angga, biar dia dapet cewek lain, yang mungkin jodohnya. Dan lo, meskipun lo dalam wujud sekarang, roh lo akan hidup, akan move on. Lo bisa memperhatikan kita semua dari surga. Lo akan tenang di sana. Inget Re, your love makes you alive," ujar Kiran.
Reana terkejut dengan pernyataan Kiran. "Tapi lo suka sama Angga, lo sayang sama dia, sama kayak gue sayang sama Angga. Lebih dari sahabat kecil. Lo rela ngelepas dia begitu aja?" tanyanya.
Kiran menunduk. Sebutir air mata bergetar di ujung matanya. Ia menarik napas, lalu menghelanya kembali, menjaga agar suaranya tidak bergetar.
"Gue rela, Re. Lo temen baik gue juga. Gue nggak mau sahabat gue sedih. Gue nggak papa, Re. Tapi gue minta maaf, kalau gue nggak bisa biarin lo hidup dalam gue. Biar kita punya jalan masing-masing, agree?" tanya Kiran.
Reana mengangguk. "Thanks Kiran, lo udah ngejaga semuanya buat gue. I wish the best for you. Sampai ketemu lagi, ya," Reana tersenyum, meskipun nada perpisahannya terdengar jelas.
Kiran pun mengangguk juga. "Thanks Re, lo udah ngajarin gue tentang arti hidup sebenarnya,"
"Jagain Elis, Mama gue, dan Angga ya. Sorry, gue udah bikin Tante Alka sedih,"
"Mama gue pasti ngerti kok."
Sesaat sebelum bayangan itu menghilang, Reana berujar.
"Kiran, mama lo titip salam, katanya selamanya dia sayang sama lo, putri kesayangannya," lalu suara itu pun menghilang, bersamaan bayangan.
Kiran terkejut, dan dadanya sesak untuk sesaat, Tapi ia lega. Setidaknya ia tahu, mamanya selalu menjaga dia buat selamanya.
Ia pun langsung meraih handphonenya.
"Angga, thanks udah sering nemenin gue. Tapi, mulai besok, lo nggak usah antar jemput gue lagi. Gue bisa sendiri kok.
A lot of thanks, Angga"
SEND
--
10 tahun kemudian
Tante Alka membuka pintu galeri. Suasana Yogyakarta yang cukup ramai di pagi hari membuatnya bersemangat. Hari ini juga menyenangkan, karena hari ini adalah hari ulang tahun ke-27 bagi putrinya.
"Hei tukang coretan, bangun, ayo bangun. Sudah jam 7, katanya hari ini mau adain les lukis gratis," ujar Tante Alka. Kiran membuka matanya, hanya sedikit, lalu menutupnya lagi.
Tante Alka mengacak-acak rambutnya. "Aduuuuh, sudah mau kepala tiga, masa bangun harus dibangunin seperti anak TK?" Tante Alka tertawa. Kiran tersenyum lebar.
"Ma, aku sarapan apa hari ini?" tanyanya setengah sadar.
"Hmm, mama sudah pesenin Gudeg Mberek sama Mbakyu, nanti kamu makan ya. Kita mulai jam 10 kan? Kemarin peminatnya banyak, lho." ujar Tante Alka.
Kiran mengacungkan jempolnya. Dengan gesit ia langsung mandi, sarapan, dan menyiapkan acara open house galeri dan les lukis gratis bagi anak-anak. Ini adalah perayaan ulang tahunnya. Tidak jauh dari seni.
Pukul 9, dan banyak orang mulai berdatangan. Nama Kiran memang terkenal, sebagai pelukis muda berbakat. Dan beruntunglah bagi kolektor seni di Yogyakarta, karena lebih mudah untuk menikmati dan membeli lukisannya.
"Ayo, bocah ayu dan ganteng, sini duduk di pendopo. Nanti Mbak Kiran tak panggil dulu, njih" ujar Mbakyu memberi arahan pada anak-anak.
Kiran yang melihat dari kejauhan pun langsung menuju pendopo. Dan dimulailah ajang lukis-melukis. Kiran girang, sama seperti anak-anak itu.
Tiba-tiba, Tante Alka memanggilnya.
" Kiran, ada yang nyariin kamu," ujarnya dari jendela rumah.
"Sebentar ya adik-adik, kakak mau ke depan. Tunggu ya," ujar Kiran. Kiran berlari kecil menuju teras rumahnya.
Sesampainya ia di sana, ia melihat sosok pemuda, yang tidak asing bagi Kiran.
ANGGA...
Jantung Kiran berdegup kencang. Ia pun memberanikan untuk melangkah ke arah Angga.
"Hei Kiran, apa kabar?" ujar Angga.
"Eh baik kok, lo apa kabar? Kok keren sekarang bajunya rapih," pipi Kiran bersemu merah.
"Haha, gue baik. Iya dong, gue sekarang jadi pemegang cabang Galleria di Kemang" ujar Angga, sok membusungkan dadanya seperti anak SD.
"Terus, lo tau darimana gue punya galeri disini?"
"Hmm, temen gue yang ngasih tau. Kebetulan Galleria pengen buka area ethnic gitu. Nah, gue pengen survei, liat lukisan buatan lo, orang Indonesia asli. Nah, gue pengen tau lo setuju apa enggak," ujar Angga panjang lebar.
Kiran tertawa dan langsung mempersilahkan Angga masuk ke dalam ruang tamu.
"Galeri lo keren, kenapa lo nggak ke Bali?" tanya Angga.
"Ubud ya? Iya sih, gue juga pengen ke sana. Tapi gue kan nggak ada kerabat di Bali. Kebetulan Bude gue masih ada di sini. Jadi ya, sambil gue belajar, seenggaknya nyokap gue nggak sendirian, Ngga," ujarnya.
Suasana tiba-tiba hening.
"Kok lo pindah sih?"
"Ya, gue kan mau kuliah di Institut Seni, dan gue pengen suasana yang beda,"
Angga tiba-tiba menginterogasi Kiran.
"Tapi kenapa lo ngilang? Lo pergi gitu aja. Kita nggak pernah ngobrol lagi, semenjak sms yang lo kirim ke gue"
Kiran diam.
"Emang gue salah apa sama lo? Kita nggak pernah ngobrol, nggak pernah ngomong lagi. Terus, pas kelulusan, lo cuma ngasih selamat. Besoknya, lo ngilang. Untung lo buka galeri, dan tenar di sini. Gue udah hopeless nyari lo kemana-mana," ujar Angga.
"Lo, nyari gue?" tanya Kiran, menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Gue nyari lo. Gue sampai takut lo ngilang, kenapa-napa," ujar Angga.
Kiran menghela napas.
"Oke, gue jelasin semua. Gue mungkin orang terbodoh sedunia. Karena gue nggak pernah optimis sama perasaan gue sendiri. Gue kadang lebih milih untuk lari. Kayak 10 tahun lalu. Gue ngerasa, mungkin lo bisa move on sama cewek lain, yang lebih baik dari gue. Yang mirip Reana. Gue ngerasa gak sepadan sama dia. Dan gue tahu, kalau dia sayang banget sama lo, lebih dari sahabat," ujar Kiran panjang lebar.
Wajah Angga penuh tanda tanya.
"Lo tau darimana Rere sayang sama gue?" tanya Angga.
"Ceritanya panjang, Ngga. Lo nggak bakal ngerti," ujar Kiran.
Angga kembali tenang. "Lo salah besar, Ran. Lo tau apa yang gue sesalin sampai sekarang? Karena gue nggak pernah sempat ngaku ke Rere, kalau gue sayang sama dia. Sampai akhirnya dia pergi. Tapi ada lo. Lo bikin gue semangat lagi, bikin gue ketawa lagi. Pas lo ngilang, gue takut gue bakal kehilangan kesempatan itu lagi. Dan lo tau, betapa leganya gue begitu tahu, kalau lo ada di sini. Masih hidup, nggak kurang satu apapun," Angga sampai menarik napas, habis berbicara panjang lebar.
Kiran hanya bisa diam. Dia pun kembali bertanya.
"Jadi selama ini, lo belum ngelupain gue?" tanyanya.
Angga meraih tangan Kiran.
"Kiran, lo mau nggak jadi pacar gue. Yah untuk sementara ini pacar dulu lah, hehe. Usia kita kan udah mau kepala tiga, siapa tahu, lo bisa jadi, istri gue, hahaha," Angga tertawa.
Kiran pun menjewer Angga. "Gila kali lo, hahaha. Bercanda aja," ujar Kiran.
Angga berhenti tertawa, lalu tersenyum tulus. "Kiran, lo mau nggak jadi pacar gue? Gue tahu ini nembak ala SMA. Tapi jawab aja, biar gue juga ngerasain rasanya diterima cewek," Angga bicara, jenaka, tapi malu-malu.
Tanpa ragu, Kiran pun mengangguk. Angga langsung memeluknya. Tante Alka yang mengintip di balik jendela pun ikut tersenyum. Hari itu, menjadi hari yang selamanya, akan jadi hari yang paling indah, buat Angga dan Kiran.
"Re, lo benar. Angga memang dapet cewek yang tepat, yaitu lo. Gue akan menjaga kalian dari sini. Gue harap lo berdua hidup bahagia selamanya."
THE END 
Cie kak selamat ya udah selesai :D
ReplyDelete