Pagi ini, saya ada di kos teman, bermodalkan laptop teman saya dan tentunya jaringan internet di kosnya. Dan adanya minat dari diri saya yang sudah terlalu lama mager buat ngurus web ini. Tanpa mereka, tulisan pagi ini tidak pernah terbit.
Yup, sekilas info, pekan ini adalah pekan was-was bagi saya dan teman-teman. Tepatnya hari ini juga. Karena hari ini semua pengumuman nilai keluar, penentuan aoakah jadi beli tiket atau nggak, ikut modul tenggang dan mengorbankan liburan atau enggak, dan berbagai hal-hal yang masih membuat kami cemas dan waswas ibarat naik commuter line malam-malam seorang diri (hmm, pernah saya sejam sendiri malam-malam di stasiun tanjung barat seorang diri, dan itu waswasnya nggak karuan.
Pagi ini, saya menulis "membatin", bukan sok-sokan mengajak teman-teman semua untuk "marilah kita membatin dan memikirkan bagaimana hidup kita di pagi ini, bla..bla..bla..".
Tapi saya ingin berbagi pikiran, tentang bagaimana saya sering membatin, dan bagaimana saya mencoba merefleksikan tentang semua hal yang terjadi di sekitar saya, dan bagaimana hal itu mempengaruhi saya dalam bersikap.
Wedyan, bahasane..ilmiah.
Nggak lah, hahaha. Jadi ya, kalau kata ibu saya tercinta, saya itu termasuk pemikir dan perasa. Segala-gala hal kecil yang sebenarnya nggak perlu dipikir dan dimasukin ke hari, kadang berdampak terbalik buat saya. Mesti ada saja pikiran-pikiran yang mengganggu, bikin mood jelek dan sebagainya. Yah, intinya ya gitu deh ya. Pemikir dan perasa. Ada baik, ada tidaknya.
tuhkan bener, meresap bak air dalam spongia...meresap di hati.
Okay skip.
Menurut KBBI..
batin 1 /ba·tin / n 1 sesuatu yg terdapat di dl hati; sesuatu yg menyangkut jiwa (perasaan hati dsb): ia menceritakan apa yg terasa dl -- nya; 2sesuatu yg tersembunyi (gaib, tidak kelihatan): sukar mengetahui (mengukur) -- seseorang; mohon maaf lahir dan --; 3 semangat; hakikat: lahirnya menolong, -- nya menggolong, kelihatannya spt hendak menolong, tetapi hakikatnya merugikan;
membatin /mem·ba·tin/ v memikir dl hati; memikirkan sampai meresap ke dl hati;
Jadi begini teman-teman, menjadi seorang mahasiswa perantauan aka anak kosan aka mahasiswa uang minim aka hidup mandiri, itu nggak gampang dijalanin. Pada praktiknya sih nggak susah. Tapi ya itu tadi, bagaimana mental bisa mempengaruhi segala sesuatunya. Sampai yang akhirnya gampang malah jadi susah atau sebaliknya.
Saya membatin, betapa enaknya jadi cah-cah semarang ini. Tiap pulang ketemu orang tua, enggak perlu ngatur uang bulanan, nggak perlu takut ketiduran (dulu waktu di rumah, alm. bapak selalu membangunkan saya sih, jadi syukurlah nggak pernah telat), nggak perlu yang namanya homesick. 
Saya membatin, tentang teman-teman saya. Yang ragamnya jika ditelaah satu persatu, ragamnya jauh lebih banyak dari alfabet, Beragam banget. Bahkan saya nggak nyangka, kalau di dunia ini ada orang kayak si A, B, C, dan lain-lain.
Saya membatin, tentang orang tua teman-teman saya. Bagaimana saya memandang mereka, lalu mengcomparekan dengan orang tua saya sendiri. Bagaimana jika saya menjadi mereka, saya akan bangga dengan perjuangan anak saya. Dan berharap semoga orang tua saya merasakan hal yang sama.
Saya membatin, gimana rasanya kalau papo masih ada. Pasti jadi orang tercerewet di dunia.
Saya membatin gimana rasanya jadi ibu saya. Pasti stress bukan main punya anak bandel kayak saya.
Segala batinan itu, mengantarkan saya jadi sekarang ini. Saya masih ceroboh dan egois. Masih moody dan panikan. Tapi..
senang rasanya bisa meluangkan sedikit dari waktu saya untuk memikirkan hal-hal yang nggak kepikir sebelumnya hahaha.
Ya sudah sih, sebenarnya saya cuma mau share gitu doang. Hitung-hitung kembali ngurusin blog yang sudah usang ini.
See ya :)
Comments
Post a Comment