Skip to main content

Another Inspiration To Be A Doctor

Welcome Fifth Semester!
Akhirnya setelah perjuangan capek-capek ria, sampai juga di semester lima. IPK? Waduh itu sih sama aja kayak nanyain berat badan haha. IPK haram hukumnya ditanyakan kepada mahasiswa, kecuali dari wajahnya terpampang jelas selempang Cum Laude.

Semester 5, di modul 5.1 ini, kami mempelajari "Masalah pada Sistem Saraf dan Perilaku". Bahasa kerennya, materi ini didominasi sama materi Neuro-Psikiatri. Sebenarnya, entah kenapa saraf dan kawan-kawan adalah salah satu materi yang saya hindari karena paling nggak mudeng. Kayaknya harus belajar sendiri dan mereview lagi mengenai tractus-tractus yang luar biasa hebatnya dan mampu mengatur bagaimana sistem motorik, sensorik, otonom, bahkan nilai-nilai luhur mengenai baik dan tidaknya. Well, manusia indeed punya hati nurani, tapi ini literally secara ilmiah bahwa kita dengan berkat dari Tuhan mampu untuk menimbang, mengambil keputusan tentang apa yang baik dan tidak di bagian frontal otak kita. Hebat kan?

Nah, tapi syukurlah saya bukannya takut tapi tertantang untuk mempelajari seluk-beluk dunia persarafan. Karena luar biasa keren sih menurut saya, tapi ya itu, terhitung masih sulit dipelajari hehe. Ya gapapalah, pelan-pelan.

Hari ini, saya dapet inspirasi dari seorang dosen. Guru besar tepatnya. Beliau mengajar bedah saraf dan, ya siapa yang nggak excited diajar sama guru besar, hehe. Professor satu ini terkenal baik hati dan enak dalam mengajar, jadi puji Tuhan deh bisa kuliah hari ini dengan beliau.

Materi yang beliau ajarkan adalah Brain Tumor/Tumor Otak. Beliau dari awal mengatakan, tidak seperti pada tumor di organ lainnya, tumor di otak bukanlah dinilai dari keganasan/tidak, melainkan seperti apa tipenya dan di manakah lokasinya. Bagaimana suatu Glioma, yang dikatakan tidak akan berhenti untuk berkembang sebelum seluruh permukaan otak menjadi tumor, bagaimana seseorang tidak akan meninggal karena Meningioma, namun bisa meninggal apabila penanganannya (proses operasi) berjalan salah.

Beliau menjelaskan bahwa, Brain Tumor adalah penyakit yang membutuhkan suatu tindakan yang kompleks. Bahwa kita harus menentukan, kapan kita harus mengangkat seluruh tumor, atau hanya sebagian. Menjelaskan kapan kita harus membiarkan tumor itu tumbuh.
Intinya, dokter bukan penyelamat hidup. Dokter dengan segala upaya, berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasiennya. Hidup dan mati, tetap di tangan Tuhan. Oleh karena itu, saya kadang (masih kadang, hehe) berdoa pada Tuhan, "Ya Tuhan, jadikanlah dea sebagai perpanjangan tanganMu, jadikan aku sebagai alatMu untuk dapat menolong sesama yang membutuhkan".

Beliau mulai melemparkan pertanyaan-pertanyaan untuk mereview anatomi (yang mana saya payah dalam hal ini). Dan beliau tampaknya agak kaget, begitu saya dan teman-teman masih agak pelo hahaha. Kami jujur banyak yang lupa, dan beliau bilang bahwa ilmu itu jangan dilupakan.

Beliau intinya bilang, bahwa ilmu yang kita pelajari, yang kita integrasikan dengan mata kuliah satu dengan yang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk pasien itu sendiri. Begitu kita berkomitmen untuk mau menempuh pendidikan dokter, kita memang dituntut untuk belajar sepanjang hayat. Keluhan itu pasti muncul, lelah itu pasti. Tapi kebayang juga, kalau kita males buat buka materi, mereview, terus seorang pasien harus mengalami penurunan kualitas hidup atau bahkan meninggal.

Saya masih mahasiswa S1, masih bau kencur, belum tahu apa-apa, saya lupa kadang apa arti midriasis, miosis, kamus kedokteran, bahkan lupa patogenesis penyakit-penyakit yang sudah saya pelajari.

Tapi kata-kata beliau hari ini menyadarkan saya, itu bukan buat prestasi saya sendiri. Prestasi terbesar untuk dokter, adalah bisa menolong sesamanya. Simple, but meaningful.

Untuk temen-temen yang mungkin masih mengeluh akan semuanya, inget lagi yuk, buku buku itu, kuliah sampe sore, dan semuanya ini, nggak lain buat sesama kita.

Terima kasih buat inspirasi hari ini.

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Tips and Tricks UKMPPD!

Sudah seabad tidak menulis, akhirnya tergerak nulis setelah beberapa saat lalu ada adik-adik yang nanya : "Kak, bentar lagi UKMPPD, huhu" "Kak, lesnya gimana?" "Kak, aku ikut les yang mana ya kak?" Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah beberapa (dari sekian) pertanyaan yang saya ajukan ke kakak-kakak yang sebelumnya sudah lulus UKMPPD sebelumnya. Jujur, dari sekian banyak hal yang saya takutkan, UKMPPD ini adalah salah satunya. Kalau ditarik beberapa bulan ke belakang, masih nggak nyangka bisa lulus. UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter) merupakan ujian akhir yang pastinya harus dilewati setiap mahasiswa kedokteran di Indonesia untuk dapat lulus dan akhirnya disumpah menjadi seorang dokter. Karena ujian ini betul-betul yang terakhir sebelum memperoleh gelar dokter, makanya perjuangannya gila-gilaan. Tapi, harus segila apa sih? Tulisan ini, seperti judulnya : Bukan Tips and Tricks, maka isinya memang bukan gimana caranya kita lul...

Drama Ngeklik Internsip (Part 2) : END!

I'm dying to get this announcement! Setelah beberapa minggu ini cukup hectic, saya baru kesampaian untuk menuliskan pengalaman ngeklik isip yang dag-dig-dug-dhuar itu. Karena sudah telat updatenya, jadi saya segera ceritakan saja ya, tentang jatuh bangun ngeklik isip. Note : sebetulnya agak hiperbola kalau dibilang drama. Tapi, ini adalah salah satu momen drama dalam hidup saya akhir-akhir ini. jadi, enjoy aja ya. kan kalo judulnya nggak drama, nanti kalian ngga mau baca lagi hahaha lol! Phase 1 : Survey! Sebulan atau dua bulan sebelum ngeklik, saya survey nih ya ke tempat ngeklik. Ngapain sih survey? Dasarnya adalah karena warnet ini jauh banget dari rumah saya, dan saya sangat asing dengan daerah ini. Kebetulan saya nganggur, saya memutuskan buat mengunjungi warnet-warnet ini. Dua warnet yang saya pilih adalah Mineski dan Supernova, dan dua-duanya berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Beneran buta daerah sana. Selain itu, saya juga sebenernya pengen tahu...

She is a Ghost, She is Falling in Love (4)

Di sekolah.. "Aduh, lo lupa bawa larutan NaCl? Gila!!" bentak Elis. Reana yang baru masuk kelas pun terkejut. "Eh, apa-apaan sih lo, kok marah-marah?" tanya Reana. Kiran pun hanya bisa menangis. "Ah, Kiran, lo tau nggak sih kalo eksperimen ini penting buat gue. Nilai gue udah jelek di Biologi. Lo sih enak nilainya bagus. Tega!" Elis bicara dengan nada tinggi. "Ehm, so..so..sorry, Lis. Gue nggak ada niat apapun. Gue nggak sengaja" ujarnya, sambil menangis. "Eh, udah ah. Larutan garam kan bisa dibikin di dapur" ujar Reana. "Alah, lo urus deh, Re. Jam terakhir nanti harus ada," seru Elis kepada Reana. Reana pun menenangkan Kiran. "Ran, udah jangan nangis. Nanti gue temenin lo pas istirahat ya. Nggak papa kok, jangan nangis ya," ujar Reana menenangkan. Kiran hanya mengangguk, sambil menangis. Jam pertama pun mereka lalui, dengan diam. -- "Eh Ran, lo bisa bikin sendiri kan larutannya?" tanya Re...