Wah, judulnya serem juga ya. Patah Arang.Seolah hidup kita berhenti di satu titik dan kita tidak akan melanjutkan kehidupan.
Bukan mati, hanya saja hidup tanpa kehidupan. Di mana metabolisme kita berjalan seperti biasa, namun fungsi luhur kita menghilang begitu saja.
Ada poin di mana, saya merasakan hal tersebut. Bayangkan, di tengah kuliah, ujian, berbagai acara kampus, saya seringkali merasakan kesendirian. Aneh bukan, ketika kita berada di tengah keramaian, tapi pikiran kita tak sepaham. Dan akhirnya, merenung, tenggelam dalam pikiran kita sendiri, dan tidak mau melihat dari perspektif orang lain.
Saya lelah, mungkin itu yang membuat saya patah arang. Saya lelah menjalani kehidupan di mana saya kurang mengapresiasi diri saya sendiri. Di mana 3/4 pikiran saya habis untuk memikirkan orang lain di mana, mungkin-sebagian besar- orang tidak pernah terlintas diri saya di pikirannya. Mungkin saya pamrih, tapi mungkin saya pamrih karena lelah menjalani setiap harinya.
Sampai suatu ketika saya bercerita dengan seorang adik kelas, yang memiliki karakter cukup sama dengan saya. Ya, beda sedikit sih. Mungkin karena si adik ini merupakan seorang anak laki-laki, sehingga dia lebih santai dan saya lebih memikirkan segalanya (ya mungkin saya seorang hiperbola).
Dia mengatakan, "coba kak, banyak berdoa, dan andalkan Tuhan dalam segala sesuatunya,". Dan saat itu saya sadar, mungkin saya yang kelewat lupa diri dan lupa sama Tuhan. Tanpa Dia, mungkin saat ini saya luluh lantah dan lebih dari sekedar patah arang.
Dan tentunya, ibu saya yang berpesan untuk selalu mengukir mimpi setinggi-tingginya. Bayangkan nanti punya pasien, bayangkan bagaimana kita mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu kita selama ini, bayangkan semuanya, dan berbahagia.
Mungkin, saya lupa untuk berbahagia. Lupa menyadari kalau di sekitar kita pun masih banyak orang baik, hanya saja, di saat merasa sedih atau aura negatif menyelubungi kita, seolah pintu hati, dan pikiran kita tertutup begitu saja.
Berbahagialah, selagi hidup. Jalani hidup dengan nafas, dan dengan kehidupan.
Jangan lupa, bahagia.
Bukan mati, hanya saja hidup tanpa kehidupan. Di mana metabolisme kita berjalan seperti biasa, namun fungsi luhur kita menghilang begitu saja.
Ada poin di mana, saya merasakan hal tersebut. Bayangkan, di tengah kuliah, ujian, berbagai acara kampus, saya seringkali merasakan kesendirian. Aneh bukan, ketika kita berada di tengah keramaian, tapi pikiran kita tak sepaham. Dan akhirnya, merenung, tenggelam dalam pikiran kita sendiri, dan tidak mau melihat dari perspektif orang lain.
Saya lelah, mungkin itu yang membuat saya patah arang. Saya lelah menjalani kehidupan di mana saya kurang mengapresiasi diri saya sendiri. Di mana 3/4 pikiran saya habis untuk memikirkan orang lain di mana, mungkin-sebagian besar- orang tidak pernah terlintas diri saya di pikirannya. Mungkin saya pamrih, tapi mungkin saya pamrih karena lelah menjalani setiap harinya.
Sampai suatu ketika saya bercerita dengan seorang adik kelas, yang memiliki karakter cukup sama dengan saya. Ya, beda sedikit sih. Mungkin karena si adik ini merupakan seorang anak laki-laki, sehingga dia lebih santai dan saya lebih memikirkan segalanya (ya mungkin saya seorang hiperbola).
Dia mengatakan, "coba kak, banyak berdoa, dan andalkan Tuhan dalam segala sesuatunya,". Dan saat itu saya sadar, mungkin saya yang kelewat lupa diri dan lupa sama Tuhan. Tanpa Dia, mungkin saat ini saya luluh lantah dan lebih dari sekedar patah arang.
Dan tentunya, ibu saya yang berpesan untuk selalu mengukir mimpi setinggi-tingginya. Bayangkan nanti punya pasien, bayangkan bagaimana kita mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu kita selama ini, bayangkan semuanya, dan berbahagia.
Mungkin, saya lupa untuk berbahagia. Lupa menyadari kalau di sekitar kita pun masih banyak orang baik, hanya saja, di saat merasa sedih atau aura negatif menyelubungi kita, seolah pintu hati, dan pikiran kita tertutup begitu saja.
Berbahagialah, selagi hidup. Jalani hidup dengan nafas, dan dengan kehidupan.
Jangan lupa, bahagia.
Comments
Post a Comment