Wanita, dulu guru sejarah saya pernah berkata, Wanita
artinya wani ditata. Dalam bahasa
Jawa, artinya sosok yang mudah diatur. Sehingga dulu, wanita memang posisinya
berada di bawah kaum pria. Karena mungkin, wanita dianggap sebagai kaum yang
memiliki banyak keterbatasan dan cukup berada di rumah saja.
Wanita, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) artinya perempuan yang dewasa.
Di usia menjelang 22 tahun ini, sudah selayaknya saya berpikir bahwa saya bukan anak perempuan yang berpikiran polos, simpel, ndak mau ribet, dan terlalu sederhana. Di usia ini (yang mana seharusnya sudah saya sadari sejak menginjak kepala 2), saya berpikir bahwa, alangkah baiknya kalau segala tindak-tanduk perkataan, perbuatan, dan pola pikir saya, sudah menjadi seorang wanita.
Saya dulu berpikiran simpel. Bahwa pria selayaknya bekerja, wanita yang di rumah, mengurus anak, mengurus rumah tangga. Tapi, jaman sekarang banyak wanita ampuh yang menjadi tulang punggung keluarga, menjadi seorang pemimpin, menjadi seorang pengambil kebijakan, dan kehebatan lainnya.
Berkat perjuangan para pahlawan kewanitaan yang menyadari pentingnya kedudukan seorang perempuan sehingga di Indonesia saat ini ada Megawati, Ibu Sri Mulyani, dan dunia punya banyak pemimpin wanita hebat lainnya. Dan karena merekalah, banyak wanita yang bisa mengenyam pendidikan tinggi, bisa menjadi wanita super, wanita karier, wanita yang banyak bekerja, tanpa melupakan hakikatnya sendiri.
Seorang wanita, hakikatnya memang mengurus keluarga dan anak-anaknya. Itu untuk yang sudah berkeluarga. Untuk saya yang notabene masih kesana-sini sendirian (baca : jomblo) ya menjadi wanita masih sebatas sebagai sosok yang mandiri, mau menghormati dan dihormati, mau menjaga hati dan perasaan orang lain, dan terutama sih, ingin menjadi sosok yang inspiratif.
Sebelum jadi sosok yang inspiratif, maka carilah dulu sosok yang menginspirasi.
Di keluarga saya, nggak ada namanya wanita pria dibedakan. Di keluarga ibu saya, mayoritas semua wanita. Semua mandiri. Semua keren. Semua punya prinsip sendiri-sendiri sehingga tercipta berbagai karakter yang seringkali saya ambil baiknya dan saya abaikan buruknya. Di keluarga ayah, karena saking banyaknya anggota keluarganya, maka saya rasa jumlah pria dan wanita cukup imbang. Tapi saya seringkali mengambil contoh dari keluarga ibu, karena selain dari segi jumlah lebih sedikit, tapi juga lebih dekat dengan mereka (still I love Soekirman and Prekoel in the same way!)
Nah, sosok inspiratif yang paling dekat dengan saya adalah Ibu saya sendiri. Seorang single parent, bekerja untuk kedua anaknya. Dan ibu saya cerita kalau life never goes easy. Beliau selalu berdoa, dan selalu tabah ngejalani hidup. Jadi, intinya hidup itu susah-susah dahulu, enak kemudian, lalu siap-siap ketemu susah, dan enak lagi, dan terus seperti itu. Yang menginspirasi adalah, karena beliau bekerja, urus anak juga, masih sempet dengerin ceritaku sampai 20 menit, dan masih bisa fokus bekerja.
I want to be professional like that. Profesional di pekerjaan, dan di keluarga.
Stella yang kini jalan 22, mau merubah jalan hidupnya. Ya, karena selain status sebagai mahasiswa berganti menjadi mahasiswa profesi, berarti sudah masuk ke hawa kerja dan harus menjadi profesional dong ya. Dan karena saya merasa masa kemandirian sudah mulai mendekat, saya mulai memikirkan nasib saya sebagai seorang wanita karier.
Jadi curhat saja nih, jujur saya adalah tipikal orang yang kurang profesional. Tingkat ke-moody-an saya cukup tinggi, dan minat saing saya di masyarakat cukup rendah, sehingga saya MALAS untuk berkembang. Padahal malas adalah dosa, ea. Malas adalah racun bagi kita untuk tidak dapat melakukan semuanya.
Nah, coba sekarang kita hitung-hitung. Sekarang saya usia 22 tahun. Berikutnya nambah setahun, dan bertambah terus, Seorang wanita dewasa, akan lebih baik kalau mulai memperhitungkan life goals nya kan? Mau tahu saya pengen jadi apa aja? Check this :
1. Pengen jadi dokter, lulus baik, ilmu nyantol, berbakti pada keluarga, masyarakat, Indonesia kalo bisa
2. Pengen jadi penulis. Soalnya membaca karangan orang aja saya bisa bahagia. Bisa berimajinasi walau hanya duduk di sudut kamar. Kalau jadi penulis, pengennya bisa bikin orang berimajinasi dan menemukan petuah-petuah dalam hidup (walau saya belum menemukan banyak petuah dalam hidup saya)
3. Pengen jadi ahli penyakit dalam, ambil konsultan di bagian geriatrik. Kenapa geriatri? Karena saya merasa koneksi dengan kakek-nenek lebih nyambung ketimbang pasien dewasa lainnya. Dan karena senyum mereka adalah senyum saya. Kenapa penyakit dalam? karena saya pengen bantu orang mengatasi berbagai penyakit non menular yang menjangkiti masyarakat akibat keadaan bumi yang semakin tidak baik dan pola hidup yang semakin aduhai ngasalnya
4. Pengen bisa bahagiain keluarga. Oke ini klise nggak jelas banget apa maksudnya. Tapi ya setelah semua tahap ini, pengen bisa kasih kontribusi nyata ke mbak dan mami yang selalu jadi pendukung setia saya dalam hidup hahaha.
5. Menjadi sosok inspiratif
Nah, itu baru tujuan-tujuan mulia yang saya list. Dikit banget? Aslinya banyak, kapan-kapan saya jelasin.
Intinya, saya pengen sekali jadi seperti Robert De Niro as Ben Whittaker di Film The Intern. Dia pernah bilang "Suddenly I felt like everybody's uncle here" yang mana si Ben ini memang menginspirasi, profesional pada pekerjaannya, dan mampu untuk membantu semua orang.
I'm Ben Whittaker in woman version.
(Stella, ditulis di kostan ibunya saat lagi suwung, dan hendak merepair hidup agar lebih tertata dan bisa maju)
and here's a beautiful picture below :

Comments
Post a Comment