Skip to main content

Kisah Cinta Paling Romantis

Alkisah di suatu siang, tepatnya siang tadi pas jam makan siang, kami cewek-cewek berlima (saya, Tania, Dhira, Tesha, Vania OO) memutuskan ikut Bebi sama Hanif makan Sop Iga Kalisari. Lokasinya masih sederetan sama RSUD Batang. Jadi kalau keluar dari pintu keluar (yaiyalah) terus belok ke kanan. Ya sekitar 300-500 meter (asal sih ini), nanti ada sop iganya di kanan jalan.

Siang ini, saya duduk berlima sama mereka. Hanif sama Bebi duduk sama dokter dan perawat karena ternyata ada salah seorang spesialis emang ngajak makan siang bareng (jadi intinya Hanif dan Bebi jaga IGD. Jadinya mereka bisa ketemu dokternya. Terus makan bareng)

Dan seperti biasa, sambil menunggu pesanan kami masing-masing, kami sempet cerita ngalor-ngidul sampai akhirnya ngomongin pacaran, menikah, et cetera.

Wah, topik yang paling saya nggak bisa ikutin nih. Batin saya dalam hati. Tapi nggak papa, mau denger aja cerita-cerita mereka kayak gimana. Yang pasti, nggak akan saya ceritain di sini.

Karena topiknya cukup sulit, dan pengalaman pacaran saya (pacaran jaman SD sama SMP masih boleh dihitung nggak sih? Kalau nggak dihitung, ya saya hitungannya jomblo kongenital. Sedangkan kalau dihitung, ya seenggaknya punya pengalaman cinta monyet, betul tidak?) yang begitu minim, membuat saya lebih banyak diam dan menyimak, sambil ngemil kerupuk udang yang enak banget ternyata di rumah makan tersebut.

Di tengah cerita mereka, bagaimana keluarga nggak ngebolehin pacaran, atau keluarga bebas-bebas aja, atau apapun itu, saya teringat akan satu kisah cinta paling romantis. Paling romantis buat saya.

Bukan Romeo dan Juliet, seperti yang digambarkan Shakespeare.
Bukan Landon dan Jamie, seperti yang diceritakan oleh Nicholas Sparks.

Ini kisah cinta antara ayah dan ibu saya.

Sebenarnya, saya nggak pernah menanyakan langsung secara rinci, tentang perjalanan pacaran bapak dan ibu saya. Saya mencoba menggabungkan beberapa fakta yang saya tanyakan ke ibu saya, atau pernah diceritakan oleh sahabatnya ibu saya. Saya agak lupa, dulu mendiang ayah saya sempat cerita apa saja tentang ibu.

Bapak, adalah bungsu dari sebelas bersaudara.
Ibu, adalah bungsu dari empat bersaudara.

Bapak, orang Salatiga asli. Saya mudah menjawab kalau ditanya, "Bapak kamu orang mana, dek?" orang Salatiga" oke masalah beres.
Ibu saya, karena masa kecilnya manut Opa yang seorang tentara, jadi ibu lahir di Bandung, besar di Makasar, Ambon, akhirnya ke tanah Jawa. Dan ke Salatiga. Ketemu bapak saya. Wajah ibu saya, jujur nih bukan mau nyombong, kayak Bule. Makanya bingung, saya jawab aja orang Solo. Karena Oma saya memang orang Solo.

Intinya, ibu dan bapak saya adalah teman SMA.
Bapak saya badung. Asli. Karena nggak naik. Tapi bukan karena bodoh. Tapi karena badung. Bolosan. Kayaknya gitu deh. Tapi beneran, bapak saya jago matematika. Kayaknya saya lulus sampe SMA karena dibantu beliau deh.
Ibu saya, mengaku pintar dari dulu. Kayaknya beneran pinter deh. Beliau suka nalar, suka fisika dari dulu. Benci kimia dan biologi. Kalau suka, mungkin sudah milih kedokteran.

Seingetku mereka berdua sempat sekelas. Lalu insiden bapak saya telat, akhirnya ibu saya dan bapak pisah kelas.

Lalu, waktu terus bergulir, akhirnya Ibu saya melanjutkan kuliah di Jogja, Bapak tetap di Salatiga.
Setahu saya, Ibu saya bukan tipikal pacaran. Cuek. Bawa jeep kemana-mana. Temennya cowok semua. Dan badannya dulu besar, rambut keriting. 11:12 sama saya.
Bapak saya anteng kuliah di Salatiga. Temannya juga banyak. Syukurlah lulus, walaupun ya ngepek (nyontek) iseng badung gitu ya pernah.

Nggak tahu kenapa, bapak saya semacam ingat sama ibu saya. Apa dari dulu naksir, saya juga nggak paham. Tapi kayaknya sih iya, masak nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba keinget ibu saya yang bentukannya nggak sekece sekarang.

Kata sahabat ibu saya, bapak saya sempat galau. Galau, ibu saya mau nerima nggak ya. Bapak saya notabene nggak ada apa-apanya (katanya bapak saya minder gitu). Tapi akhirnya bapak saya memberanikan diri dong, semacam nembak gitu.

Dan ibu saya langsung nerima.

Wow.

Pas saya iseng nanya, kok mau sama Bapak saya sama saya juga nanya, bakalan tahu darimana sih kalau he is the one buat kita.
Ibu saya ngejawab begini :
"Nggak tahu dek. Gimana ya, mami lihat orang lain, yang memang lebih daripada papo. Tapi selalu ada sisi yang mami nggak suka. Yang mami nggak sreg. Mami pasti masih menimbang-nimbang. Dan masih seolah kayak suka-nya ke orang lain ya bersyarat gitu. Tapi sama papo, semuanya beda. Papo kukunya kotor, makan lupa cuci tangan, dan segala kekurangannya itu, rasanya nggak kelihatan aja. Mami rasanya nerima aja. Gitu."

Jadi, Ibu saya menerima Bapak saya, tanpa syarat.

Hingga akhirnya mereka menikah, dan lahirlah kakak saya, dan saya sendiri.

Walaupun Bapak sudah berpulang, saya masih merasakan, betapa Ibu saya sangat sayang sama Bapak. Selalu terselip harapan untuk Bapak di setiap doanya. Selalu merangkai sendiri bunga untuk makam Bapak. Selalu pergi Misa untuk ujub kebahagiaan Bapak di surga.

Kata orang, cinta sejati itu tak lekang oleh waktu. Bahkan dua dimensi dunia tidak akan mampu untuk memisahkannya.

Romeo dan Juliet mungkin memperjuangkan cintanya dengan menyerah pada kehidupan.
Landon dan Jamie juga terpisah pada akhirnya, dan Landon pada akhirnya tetap melanjutkan kehidupannya tanpa Jamie.

Dan Ibu saya, selalu berjuang setiap harinya untuk terus mencintai Bapak, dan kedua anaknya.

(ditulis waktu malam hari, saat sedang nonton Indonesian Idol dan mendukung Abdul)

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Tips and Tricks UKMPPD!

Sudah seabad tidak menulis, akhirnya tergerak nulis setelah beberapa saat lalu ada adik-adik yang nanya : "Kak, bentar lagi UKMPPD, huhu" "Kak, lesnya gimana?" "Kak, aku ikut les yang mana ya kak?" Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah beberapa (dari sekian) pertanyaan yang saya ajukan ke kakak-kakak yang sebelumnya sudah lulus UKMPPD sebelumnya. Jujur, dari sekian banyak hal yang saya takutkan, UKMPPD ini adalah salah satunya. Kalau ditarik beberapa bulan ke belakang, masih nggak nyangka bisa lulus. UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter) merupakan ujian akhir yang pastinya harus dilewati setiap mahasiswa kedokteran di Indonesia untuk dapat lulus dan akhirnya disumpah menjadi seorang dokter. Karena ujian ini betul-betul yang terakhir sebelum memperoleh gelar dokter, makanya perjuangannya gila-gilaan. Tapi, harus segila apa sih? Tulisan ini, seperti judulnya : Bukan Tips and Tricks, maka isinya memang bukan gimana caranya kita lul...

Drama Ngeklik Internsip (Part 2) : END!

I'm dying to get this announcement! Setelah beberapa minggu ini cukup hectic, saya baru kesampaian untuk menuliskan pengalaman ngeklik isip yang dag-dig-dug-dhuar itu. Karena sudah telat updatenya, jadi saya segera ceritakan saja ya, tentang jatuh bangun ngeklik isip. Note : sebetulnya agak hiperbola kalau dibilang drama. Tapi, ini adalah salah satu momen drama dalam hidup saya akhir-akhir ini. jadi, enjoy aja ya. kan kalo judulnya nggak drama, nanti kalian ngga mau baca lagi hahaha lol! Phase 1 : Survey! Sebulan atau dua bulan sebelum ngeklik, saya survey nih ya ke tempat ngeklik. Ngapain sih survey? Dasarnya adalah karena warnet ini jauh banget dari rumah saya, dan saya sangat asing dengan daerah ini. Kebetulan saya nganggur, saya memutuskan buat mengunjungi warnet-warnet ini. Dua warnet yang saya pilih adalah Mineski dan Supernova, dan dua-duanya berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Beneran buta daerah sana. Selain itu, saya juga sebenernya pengen tahu...

She is a Ghost, She is Falling in Love (4)

Di sekolah.. "Aduh, lo lupa bawa larutan NaCl? Gila!!" bentak Elis. Reana yang baru masuk kelas pun terkejut. "Eh, apa-apaan sih lo, kok marah-marah?" tanya Reana. Kiran pun hanya bisa menangis. "Ah, Kiran, lo tau nggak sih kalo eksperimen ini penting buat gue. Nilai gue udah jelek di Biologi. Lo sih enak nilainya bagus. Tega!" Elis bicara dengan nada tinggi. "Ehm, so..so..sorry, Lis. Gue nggak ada niat apapun. Gue nggak sengaja" ujarnya, sambil menangis. "Eh, udah ah. Larutan garam kan bisa dibikin di dapur" ujar Reana. "Alah, lo urus deh, Re. Jam terakhir nanti harus ada," seru Elis kepada Reana. Reana pun menenangkan Kiran. "Ran, udah jangan nangis. Nanti gue temenin lo pas istirahat ya. Nggak papa kok, jangan nangis ya," ujar Reana menenangkan. Kiran hanya mengangguk, sambil menangis. Jam pertama pun mereka lalui, dengan diam. -- "Eh Ran, lo bisa bikin sendiri kan larutannya?" tanya Re...