![]()  | 
| Feeling lost, huh? Source : https://www.hoxtonminipress.com/products/copy-of-collectors-edition-print-photo-book-8-lost-in-the-city  | 
Perenungan yang muncul tetiba, di siang hari nan cerah, hari Sabtu.
Sebagai seorang yang sudah "merantau" (kurang cocok sih, karena saya merasa 400km masih bisa ditempuh alias pulang-pergi. merantau seolah nggak pernah pulang) hampir lima tahun, saya merasa Semarang sudah menjadi rumah kedua saya.
Nggak menyangka, sebegitu sukanya saya dengan kota ini. Kota yang menjadi saksi dari berbagai momen suka duka yang saya rasakan selama ini. Bila di kota ini, ada ibu dan kakak saya, maka saya merasa tidak perlu kemana-mana lagi.
Hingga timbul suatu pertanyaan yang datang berjubel-jubel saat lebaran kemarin..
"Nanti, mau praktik dimana?"
Well, saya belum lulus, huhu. Begitu saja saya menjawabnya.
Tapi, mau bagaimanapun pendidikan ini akan segera berakhir, dan semoga kelak kota yang saya senangi ini menjadi saksi pengambilan sumpah saya, amin. Doakan ya, bulan April :)
Apakah saya harus pulang? Atau saya menetap? Pindah ke daerah lain sepertinya seru juga, membuat pengalaman baru lagi.
Masalah destinasi ini harus saya pikirkan matang-matang. Saya bukan nomaden, kelak harus punya rumah dan berkeluarga (kata siapa harus laki-laki yang punya rumah duluan. me want as independent as I can), dan berkarier, lalu menikmati masa kedewasaan hingga masa tua.
Depok,
Kota di mana saya belajar. Mulai dari belajar baca, sampai belajar untuk ujian nasional SMA. Kota tempat saya melakukan banyak hal pertama kali. 18 tahun, dan tidak kemana-mana (menetap maksudnya). Mulai dari Margonda kiri kanan cuma tanah sampai sekarang gedung bertingkat di mana-mana. Dari jaman Jl. Arif Rahman Hakim cuma jalanan macet yang harus ditempuh saat siang hari naik jemputan Pak Kasino, sampai sekarang ada fly over.
Semarang
Kota di mana saya belajar. Lima tahun yang, menurut saya, di mana pola pikir saya berkembang mulai dari yang tadinya hanya ingin melihat esok hari, lalu mulai memikirkan apa yang mau diisi di esok hari, sampai membuat rencana ini dan itu, melihat kesempatan, belajar menjadi dewasa.
Kota yang hanya lima tahun (atau lebih?) saya tempati, kemana-mana naik motor seorang diri, bertemu dengan sahabat, memproduksi banyak cerita. Saya tidak tahu Semarang seperti apa, tapi berbeda dengan Depok. Saya melihat Depok berubah, tapi saya tidak. Saya melihat Semarang tidak berubah, tapi saya yang berubah.
Coba kita analogikan seperti ini,
Kita belajar dari TK-SMA, butuh berapa lama mulai dari belajar membaca, hingga bisa menghitung aljabar dan memahami proses reaksi asam basa?
14 tahun, jawabannya.
Di situ saya mempelajari teknik. Langkah A untuk menyelesaikan soal A, dan langkah B untuk menjawab soal B.
Lalu, beranjak kuliah, kita mempelajari berbagai hal, modal untuk profesi kita. Lalu muncul istilah "Yaampun, matematikanya nggak kepake sama sekali, ngapain dulu belajar?" atau "Ngapain dulu gue ngapalin nama-nama jenis awan dan ngapalin negara di Eropa Timur sampai semalem suntuk?" atau mungkin, yang tidak pernah memahami fisika seperti saya, "Kenapa dulu sampai nangis belajar kecepatan, bola menggelinding, belajar cermin, dan lainnya?"
Itulah dasar. Dasar yang mengasah kita untuk berpikir. Mulai dari yang sederhana hingga kompleks. Dasar dibuat sebegitu kuatnya, empat belas tahun, untuk mencetak manusia-manusia yang beruntung, diberi rejeki untuk kuliah.
Lalu setelah empat belas tahun itu, kita memodifikasi pola pikir kita, tidak sesaklek itu, tidak harus A untuk A dan B untuk B. Kita mengkombinasikannya, yang tidak kita sadari, hal itu yang membentuk kita.
Depok membentuk saya selama 18 tahun, modal sebagai pondasi, dasar
untuk maju ke depan.
Semarang membentuk pribadi saya
selama 5 tahun ini, walaupun perubahan mungkin tidak signifikan, tapi saya
merasa..saya berubah, entah saya mau atau tidak. Saya pahami atau tidak.
Jadi, mau kembali ke dasar? Atau ke kota yang kenangan lima tahun terasa seperti seumur hidup?
Saya belum tahu. Saya sih pengennya menetap, karena terlalu banyak kenangan di sini. Semarang memang bukan Jakarta yang segalanya ada. Tapi buat apa ke tempat yangs segalanya tersedia tapi ketika apa yang kita butuhkan semua ada di sini?
Tapi, entahlah. Manusia berencana, Tuhan yang memutuskan.
- S
(Ditulis ketika pengen pulang dan pengen menetap di saat bersamaan)

Mau iship di mana, Stel? :P
ReplyDeletehalo ini stella pakai akun alem. kemungkinaaaaan --> kembali ke jawa tengah lagi. sudah terlalu nyaman. habis ini brb belajar bahasa jawa yang lebih mantap lagi haha. suwun readers :)
Delete