source : click here
"Learning from strangers, learning from nowhere is a fascinating thing in this life" -Stella (iya Stella aku bukan yang lain)
Selamat Tahun Baru 2022!
Tidak terasa era 2020-an ini sudah berjalan dua tahun. Dimensi tahun yang sungguh unik sejak adanya pandemi yang membawa duka dan cerita, istilah "new normal", dunia virtual, cek antigen atau swab PCR, dan berbagai hal baru yang kian lama menjadi sesuatu yang betul-betul biasa dan akrab dengan kehidupan sehari-hari. Kadang rasanya luar biasa rindu untuk throwback sejenak ke masa-masa yang sungguh normal. Ketika berdesakan di KRL sampai melayang, kongkow bareng teman-teman habis kerja, dan bisa kesana-kemari bermodalkan beli tiket saja tanpa embel-embel "hasil negatif".
Dari tahun ke tahun sejak era pandemi ini, kita terbiasa dengan perubahan. Perubahan regulasi, perubahan cara belajar dan bekerja, bahkan perubahan dalam diri kita sendiri. Kabarnya dulu kaum-kaum ekstrovert merasa berat harus terisolir atau harus bekerja dari rumah dan tidak bisa kumpul-kumpul, sedangkan kaum introvert justru sujud syukur untuk bekerja atau belajar dalam keheningan.
Tidak lupa bahwa pandemi ini menimbulkan luka batin, luka ekonomi, dan perlukaan lain-lainnya walaupun di satu sisi -selayaknya dua sisi mata uang- ada pula yang diuntungkan. Jadi, bagaimana kita menghadapi pandemi mungkin akan jauh berbeda antar satu manusia ke manusia lainnya.
Tahun baru, harapan baru, tahun di mana sebagian orang berlomba menulis resolusi dan sebagian lainnya membiarkan hidup mengalir dan berjalan apa adanya alias pasrah. Namun, terlepas dari checklist resolusi, saya berharap di tahun 2022 ini akan menjadi tahun yang baik untuk terus bergerak, terus berharap, dan senantiasa mendapat pencerahan untuk segala hal mulia yang kita cita-citakan bersama (diplomatis banget bahasanya kalau ngetik sambil ngantuk).
Saya akui, tahun 2021 kemarin adalah tahun yang cukup melelahkan mental maupun fisik. Mental karena adanya serangan second wave dan fisik lebih karena mobilitas tinggi dari rumah ke tempat kerja. Tapi, inilah namanya risiko ya bun. Hampir setiap hari (ya nggak juga sih, kadang kalau capek banget pas nggak jaga, kadang nggak berangkat magang kalau tepar pol-polan), naik KRL, selalu jadi tukang tutup stasiun kalau jaga siang karena bisa dipastikan sampai dekat rumah sekitar pukul 23.00-an, dan yaaa, kalau diinget-inget mah jadinya capek banget. Tapi, layak untuk diperjuangkan. Saya dipertemukan dengan banyak orang baik dan orang-orang hebat. Sehingga adil rasanya karena rasa lelah kadang hilang kalau ketemu sama teman-teman yang satu vibe apalagi dengan tingkat kebanyolan dan kedodolan yang sama.
Di saat lelah seperti ini, tentunya untuk mudah berpindah ke kanan dan ke kiri, saya menggunakan jasa ojek online. Di salah satu aplikasi bahkan level saya sampai naik dan dapat predikat "Anak Sultan" saking banyaknya poin yang terkumpul dan nggak paham gunanya buat apa.  Karena titik berpindah saya pun juga itu-itu saja, saya rasa bapak-bapak ojol di point tempat antar jemput saya kayaknya sih lama-lama hapal karena saya sendiri merasa tidak asing. Dalam hati membatin "lah kayaknya bapak ini yang kemaren jemput gue". Ya mungkin bapaknya membatin "lah ini mbak keriting gendut yang gue pickup kemaren". Mungkin demikian jika dituangkan dalam balon percakapan kayak di manga-manga.
Suatu hari, sekitar dua-tiga hari sebelum tahun baruan, seperti biasa saya pesan ojol menuju rumah sakit tempat saya magang. Seperti biasa, saya selalu menyapa lewat fitur chat ke bapak ojolnya biar nggak dikira scam. Tapi plis deh yakali anak sultan ngescam (masih bangga banget dengan titel anak sultan). Setelah sampai, saya terkejut ketika bapak ojolnya langsung dadah-dadah ke saya (sungguh akrab, dalam hati saya batin). Karena masih agak bingung, si bapak mengkonfirmasi "Mbak Stella, Mbak Stella", demikian saya si Anak Sultan akhirnya tersadar, dia lah bapak ojol saya. Nah, dikenali bapak ojol dengan cepat is my dream, Mas. Not hers! (Oke mamam deh layangan putus). Selain menghemat waktu, saya jadi nggak usah cari-mencari bapak ojol sambil memperhatikan dua-tiga huruf plat belakang.
Langsung saja saya menaiki motor dan konfirmasi akan diturunkan di mana. Lalu terjadilah percakapan dengan Bapak Ojol, singkat tapi saya selalu teringat.
Bapak Ojol (mau disingkat BO tapi nggak enak ya) : "Mbak, kayaknya saya pernah nganter mbak deh. Tapi bukan ke RS xxxx tapi ke RS yyyy"
Stella : "Iya Pak hehe. Saya kalau pagi ke RS xxxx dulu, Pak"
Bapak Ojol : "Wah, Mbaknya Dokter ya? Kerja di dua RS?"
Stella : "Eh iya, gitu deh Pak, kurang lebih gitu" (nggak pernah ngaku kalau dokter soalnya takut percakapan jadi panjang nanti dibawa muter-muter Jakarta bingung)
Bapak Ojol : "Wah, hebat Mbak. Enak ya sekarang bisa kerja di rumah sakit."
Stella : "Iya pak, masih kerja syukurlah ya Pak"
Bapak Ojol : "Nggak kayak saya. Dulu orang tua saya selalu ngajarin harus usaha dari kecil buat belajar rajin. Eh saya nggak dengerin. Mbaknya pasti dulu juga sekolah lama susah-susah, akhirnya jadi dokter juga. Coba dulu saya belajar lebih rajin, ya Mbak. Emang bener deh kata orang : penyesalan selalu datang belakangan"
Tidak berapa lama, saya sampai di tujuan. Saya mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas pelayanan mengantarkan saya yang berat ini takut motornya ngethrill dan terima kasih buat cerita singkat yang beliau katakan. Penyesalan selalu datang belakangan. Kalimat yang tidak sengaja mengalami repetisi dalam benak saya sampai saat ini.
Saya benci penyesalan. Karena penyesalan mengindikasikan telah terjadi sesuatu yang salah dengan jalan yang telah kita pilih. Walaupun menurut Mark Manson, kesalahan dan penyesalan adalah proses pendewasaan. Nggak enak, tapi ya dijalani saja karena dari situ kita belajar banyak untuk tidak mengulangi kesalahan lagi. Tapi, siapa sih yang suka menyesal? Siapa sih yang tidak akan mengeluh kalau salah? Walaupun seiring menua, kita akan belajar menghadapi situasi dan kondisi yang tidak nyaman, namun sedikit atau banyak pasti akan muncul perasaan tidak suka pada penyesalan.
Selain memang tidak menyenangkan, penyesalan selalu datang belakangan. Ya, tidak mungkin penyesalan datang duluan karena kita bukan yang Maha Tahu dan Maha Mengerti segalanya. Kita manusia punya akal budi, tapi tidak akan pernah bisa bertindak sebagai Tuhan. Kita tidak akan tahu ada apa di akhir jalan setiap keputusan yang kita ambil. Kita tidak pernah tahu ujung dari persimpangan dan akhirnya kita memilih salah satu jalan, kadang ke kanan dan kadang ke kiri. Kadang dengan doa, seringkali dengan insting.
Tapi, lewat pesan dan curhatan bapak ojol tadi, saya jadi diajak untuk mengingat dan cermat dalam mengambil keputusan. Bahwa seringkali saya harus mengorbankan kesenangan saya, waktu saya, hobi saya, untuk sesuatu yang saat ini dampak langsungnya bukan untuk saya pribadi, tapi indirectly di masa depan, segala yang saya lakukan ini mungkin akan berguna. Saya juga nggak tahu akan jadi apa.
Serta, pesan dari bapak ojol sendiri, memang bersakit-sakit dahulu kadang menjadi kunci. Entahlah apa karena saya terlalu konservatif atau (beda tipis sama bokek), saya memilih untuk sudahlah, tahun ini mungkin akan jadi tahun yang melelahkan karena saya harus kerja, belajar, semua demi cita-cita dan tujuan yang mau saya raih (tentunya tidak akan saya sebar disini, rahasia heheheh). Karena simpel, saya tidak mau menyesal. Saya melihat betapa orang mati-matian kerja siang malam, pernah ada bapak ojol yang masih narik ojek di saat bersamaan istrinya sedang hamil besar dan hendak melahirkan, pernah juga melihat kakak-kakak senior yang belajar, les, jaga, ambil kursus ini itu untuk belajar.
Sebegitu kerasnya semua orang berusaha, di mana pun, kapanpun, terlepas apapun profesinya. Semua punya intensi masing-masing, punya gaji masing-masing, punya peran masing-masing. Saya harap, tahun 2022 ini menjadi titik balik untuk semua orang. Menjadi momen untuk memulai, tanpa selalu melihat ke belakang, sesekali boleh untuk belajar lagi. Saya menulis ini sebagai pengingat untuk diri saya sendiri. Berusaha berdamai bila ada hambatan, berusaha mengatur diri agar tidak terlalu terbawa perasaan. 
Untuk Bapak ojol yang kemarin menceritakan kisah perjalanannya, terima kasih Pak.
Bapak tidak perlu menyesal karena justru dengan menjadi driver ojol, Bapak malah bisa membantu lebih banyak orang saat panas dan hujan menerpa. Semoga di tahun ini Bapak beroleh banyak rejeki. Semoga apapun yang terjadi di depan mata Bapak yang dikatakan sebagai penyesalan, siapa tahu menjadi pencerahan.
Selamat tahun 2022. Semoga kita bahagia, menurut cara kita masing-masing. 
- Stella
Comments
Post a Comment